Jumat, 14 Agustus 2009

MENGENANG RIBUAN PAHLAWAN TAK DIKENAL YANG GUGUR DI JEMBATAN PROGO TANGGAL 22/12/1948 – 10/8/1949

( TULISAN KE I )

Dituliskan Oleh Wedy Utomo (Wartawan Hr. Tempo)

Harian Tempo , Kamis 24 Desember 1964

Pengantar Redaksi
16 tahun yang lalu, tepat 22 Desember mulailah jembatan Progo di dekat Temanggung mencucurkan darah Pahlawan tak dikenal gugur akibat kekejaman tentara Imperialis Belanda.
Untuk memperingati arwah ribuan Pahlawan tersebut wartawan kita Wedy Utomo mlai hari ini menulis tentang kisah2 kepahlawanan Gerilyawan RI yang sampai nafas terakhir pantang menyerah dan selalu bersemboyan Lebih Baik Darahnya membanjiri ke sungai Progo daripada dijajah Belanda


Rasanya sangat sukarlah bagi saya untuk segera memulai tulisan ini. Bukan karena apa. Melainkan hanya teringat kepada mereka yang telah mendahului kita yang pergi tanpa nama.Tiada tentu dimana tulang-tulang mereka. Cuma yang pasti darah mereka setiap hari selalu bercucuran dari atas jembatan Progo sehingga air sungainya mengalirkan air yang berwarna merah. Dan orang berkata….sungai Progo waktu itu setiap hari banjir getih.

Ribuan pahlawan tak dikenal telah mengisi lembaran sejarah revolusi Indonesia yang besar yang sampai kini belum selesai untuk menghantarkan seluruh rakyat Indonesia keharibaan masyarakat yang adil dan makmur. Ribuan pahlawan tak dikenal telah telah menjadi korban dari keganasan tentara imperialis Belanda di jaman Aksi Militer Belanda ke II. Mereka dibunuh dan disiksa lebih dahulu. Ada yang disembelih . Ada yang ditembak. Juga tidak sedikit yang dicacah-cacah. Dan inilah suatu kisah jagal manusia yang maha kejam.

Tetapi dibalik perbuatan yang maha kejam dari tentara Imperialis Belanda dijaman itu, dalam tulisan ini tergambar pula betapa besar sifat kepahlawanan putra-putra bangsa yang konsekwen membela proklamasi. Dengan semboyan “Sekali Merdeka Tetap Merdeka” mereka menuntut keadilan. Siang dan malam para tentara Gerilya kita dari TNI, TP, Barisan Srikandi dan tidak ketinggalan Pemuka-pemuka Desa semuanya merangkak menyerbu markas Belanda di di tepi Jembatan Progo itu. Dan disitulah tampak jejerdilan serta kejirihan (penakut) tentara musuh karena tidak malu-malu setiap malam sembunyi didalam “got” serta ujung2 dibawah tanah. Seperti tidak malu terhadap dirinya sendiri ketika siang hari bersikap kejam terhadap para tawanan yang sudah tidak berdaya …. Tetapi terbirit2 bila sang Gerilya dating menyerbu.

Sukarlah pula untuk mengungkap kembali semua semua kisah kepahlawanan yang pernah terjadi. Tidak terhingga banyaknya kisah2 yang telah disaksikan oleh Jembatan Progo yang selalu membisu tetapi bisa berbicara bagi siapa saja yang pernah bergerilya.
Lantas menangislah air mata ini ketika tertumbuk kesebuah “Tugu Jembatan Pahlawan” di sungai Progo itu :
AKU TAK KETJEWA
AKU RELA……
MATI UNTUK TJITA2
SUTJI NAN MULJA
INDONESIA MERDEKA
ADIL MAKMUR BAHAGIA

Disaat semacam itu terlintas dalam kepala sajak Chairil Anwar seorang penyair angkatan 1945
Kami Cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Ataukah jiwa kami melayang untuk kemerdrkaan, kemenangan dan harapan
Atau tidak untuk apa-apa
Kami tidak tahu, kami tidak bisa lagi berkata
Kaulah yang sering berkata
Kami bicara padamu dalam hening dimalam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding berdetak
Kenang kenanglah kami
Teruskan, teruskanlah jiwa kami


Dimanakah Jembatan Progo itu ?
Letaknya menghubungkan kota Kranggan dan Temanggung. Keadaannya seperti jembatan biasa. Tidak begitu penting. Tingginya jika diukur dari permukaan sungai kurang lebih ada 25 M. Disebelah barat dan Timur nya membujur jalan yang menanjak.
Kedua jalan seberang menyeberang merupakan garis sejajar menuju kea rah Barat Laut. Dan jika jembatan itu merupakan garis yang menghubungkan garis yang sejajar itu, maka pemandangan yang nampak dari arah kejauhan menyerupai huruf S yang bersudut patah2. Pemandangan gunung Sumbing turut menghias keindahan disebelah Tenggara, tidak jauh dari jembatan pahlawan itu. Sawah2 yang bertingkat menggambarkan bahwa dareah Temanggung adalah daerah yang makmur.
Tidak jauh dari jembatan itu, beberapa meter disebelah tenggara, nerdirilah sebuah Tugu Peringatan Ribuan Pahlawan Tak Dikenal yang gugur dijembatan sejak tanggal 22 Desember 1948 – 10 Agustus 1949. Jumlah mereka yang telah gugur dengan tanpa nama itu diperkirakan 1300 orang. Tetapi umum sampai sekarang menganggap bahwa jumlah yang sebenarnya adalah jauh lebih banyak lagi daripada jjumlah yang tersebut diatas.

Jika orang lewat diatas jembatan Progo perasaan ngeri akan timbul-bulu kuduk tentu berdiri, kalau melihat bekas lubang ditengah jembatan yang telah ditambal. Lubang itu dulu tempat penjagalan ribuan manusia.

Bung Karno Pemimpin Besar kita beberapa tahun yang lalu ketika mengunjungi jembatan progo mencucurkan air mata karena terharu dan teringat kepada ribuan pahlawan yang telah gugur ditempat itu. Pemimpin2 kita yang lainpun jika berada ditengah2 jembatan tersebut tidak pernah bisa menahan air matanya.

Jembatan Progo mencucurkan darah pahlawan yang pertama tepat tanggal 22 Desember …16 tahun yang lalu …(BERSAMBUNG)



MENGENANG RIBUAN PAHLAWAN TAK DIKENAL YANG GUGUR DI JEMBATAN PROGO TANGGAL 22/12/1948 – 10/8/1949

( TULISAN KE II )

Beberapa peristiwa yang sukar diperhitungkan lebih jauh yang sewaktu-waktu bakal menimpa diri seseorang sangat erat berhubungan dengan keselamatam , karena waktu itu bahasa bedil dan mortir banyak memegang peranan . Persoalan hidup atau mati bagi setiap Gerilyawan RI tidak pernah dihiraukan. Yang membentang dalam dada hanya bagaimana dapat selekas munkin menghancurkan musuh. Bagaimana granat sang gerilya dapat meledak pada sasarannya. Bagaimana pula dapat menghadang iring-iringan kendaraan musuh hingga berantakan berkeping-keping kena ledakan. Itu semua merupakan andil kenangan yang sangat mahal harganya. Sekutar gunung Sumbing waktu itu betul2 merupakan tempat menyabung nyawa antara kawan dan lawan

Dan apakah semangat semacam itu dinamakan orang? Kita waktu itu tidak memberi definisi. Barulah belakangan ini orang mengetahui apa arti definisinya. Bukankah Bung Karno mengatakan dalam Tavip bahwa serangan militer Belanda yang pertama dan serangan Militer kedua atas tubuhnya RI dulu itu sebagai ROMANTIKNYA REVOLLUSI?

Bung Karnoo mengatakan bahwa tiada Revolusi dapat benar-benar bergelora, kalau Rakyatnya tidak menjalankan Revolusi itu dengan anggapan ROMANTIK

Tiada Revolusi dapat mempertahankan jiwanya jikalau rakyatnya tidak bisa menrima serangan musuh sebagai ROMANTIKNYA REVOLUSI dan menangkis serangan musauh dan menghantam hancur lebur kepada musuh itu sebagai Romantiknya Revolusi.
Tiada Revolusi dapat tetap bertegak kepala jikalau rakyatnya tidak sedia menjalankan korbanan2 yang perlu dengan tegak kepala pula, bahkan dengan mulut bersenyum, karena menganggap korbanan2 itu Romantiknya Revolusi

Dan bagaimanakah halnya dengan Riomantiknya Revolusi di Jembatan Progo itu? Inilah sekedar beberpaa kisah yang dipetik ddari Jembatan itu


Pak Sukomiharjo turut mengenal Romantiknya Revolusi.
Pada jaman gerilya, pemuda Suko sebagai pamong desa Kowangan yang terletak 2 km sebelah barat jembatan Progo, turut aktif berjuang dalam barisan dapur umum untuk menjamin dan bahkan mengantar makanan ke tempat pos2 gerilya. Disamping tugas tersebut, sekaligus pemuda Suko menjadi penghubung yang selalu emmberi keterangan2 tentang bagaimana situasi musuh setiap harinya.

Pada suatu hari, sedang matahari terik2nya menyinari bumi, pemuda Suko ketangkap patroli Balanda. Tanpa Tanya maka segera digiringlah dia ke kota Temanggung. Disana dia dimasukkan kedalam sel kecil yang telah pennuh sesak dengan manusia. 4 hari 4 malam terus menerus disiksa. Lama kelamaan Suko dipercaya mengepalai para tahanan serrta mengawasi mereka. Kesempatan itu dipergunakan untuk menolong teman2nya dalam tahanan agar terhindar daripada pembunuhan kejam di jembatan Progo. Selama beberapa hari Suko memperhatikan betul2 tanda2 yang mencurigakan. Setiap ada tahanan yang baru habis digunduli oleh tentara Belanda kok tentu pada hari berikutnya dibaea pergi dengan Traktor dan tidak kebali lagi. Ah, tentui dibunuh di jembatan Progo.

Akhirnya setiap mengetahui ada beberapa orang tahanan yang selesai digunduli, Suko menyuruh mereka agar sedapat mungkin melarikan diri. Sehingga beberpaa orang yang seharusnya pada esok harinya jiwanya melayang lewat jembatan Progo, bisa selamat setelah malamnya melarikan diri.

Perbuatan Suko menyelamaytkan kawan2nya itu dicium oleh tentara Belanda. Akhirnya sampailah pada gilirannya dia digunduli sebagai tanda akan datangnya maut pada hari berikutnya.

Sore2 sekira jam 4 dia bersama 3 orang lainnya dinaikkan traktor terus dibawa lari ke timur menuju jembatan Kranggan. Pada waktu 4 orang tahanan itu dibawa traktor lewat desa Kowangan Istri Suko beserta tetangga2nya menyaksikan peristiwa itu. Mereka memastikan bahwa ke 4 nya tentu masuk ke sungai Progo. Tidak boleh tidak dan akan sulitlah untuk mencari mayat2 mereka, karena air sungai Progo waktu itu sedang deras2nya. Lagi pula patroli tentara Belanda sering mnenghadang orang yang lewat di tepi sungai. Harapan istri Suko telah lenyap dibarengi ratap tangis seorang istri yang ditinggal sang Arjunanya.

Mereka ber 4 berjejer agak serong kebelakang. Semuanya disuruh berdiri ditepi sungai. Dooooor ……yang paling belakang ditembak terlebih dahulu, terus mayat jatuh menggelundung sendiri ke dalam jurang tepi sungai yang dalamnya kurang lebih 25 meter. Suko tahu bahwa tembakan berikutnya diarahkan kepadanya. Pikirannya secepat kilat hidup dengan tangkasnya. Bersamaan dengan bunyi door yang kedua, dia mengguling kedalam jurang. Dooor ke 3 ….dooor ke 4 ….kedua mayat yang belakangan jatuh menimbuni Suko. Dan amyat2 itulah yang selanjutnya menjadi tempat bergantung agar dia tidak tenggelam kedalam kedung.

Suko yang telah dikira mati di jembatan Progo ternyatra masih dapat terus berjuang. Hanya kemudian nama Suko tidak pernah disebut2 orang. Dia ganti nama..

Satu setengah bulan berikutnya diat tertangkap lagi bersama2 dengan Carik Kowangan Siswomartoyo. Carik Kowangan akan dibunuh gantung. Tetapi Suko yang telah ganti nama itu menuntut bela. Lebih baik dia yang digantung sampai mati daripada Cariknya. Tantangan itu akan segera dijawab oleh tentara Belanda dengan siksa yang jauh lebih kejam lagi. Dan tentu kali ini dia akan benar2 melayang jiwanya karena digantung sebagai ganti tebusan carik Kowangan. Tetapi Tuhan menentukan segala sesuatunya. Dia tidak jadi digantung karena beberapa menit sebelumnya dia dan carik tersebut berhasil menangkapkan kuda tentara Belanda yang pada saat itu juga lari dengan kencangnyakarena tali pengikatnya lepas.

O, mas……, sambil berlinang2 air matanya, “saya ini apakah sedang mimpi? Seperti baru saja terjadi kemarin dulu peristiwa2 itu”. Katanya sambil menengadahkan muka
keatap rumahnya yang sudah tua lagi tiris2 jika hujan datang. Titik2 air matanya makin tampak lebih jelas. Saya tidak sampai hati untuk menatapnya lagi. Pemuda Suko sekarang masih tetap jadi pak Tani. Hidup secara sederhana. Berjuang dari pagi sampai petang dengan cangkul yang selalu terayun ditengah2 sawahnya. Tetapi sekalipun demikian, dia banggak karena dapat mengecap hidup dialam “kemerdekaan”. Dia sama sekali tidak mengharapkan balas jasa dari siapapun., dulu dia pernah merupakan tempat untuk berlindungnya kaum gerilya, mengantarkan makanan ke pos2 gerilya, itu adalah sudah semestinya. Bukankan selamanya dan dimana saja pak Tani tetap menjadi SOKO GURU REVOLUSI? Sekarang, disaat2 sedang giat untuk berusaha memproduksi pangan, bukankah pak Tani juga yang pegang peranannya ?

Dan justru karena itulah sebagai sedikit timbale balik maka tentara Diponegoro yang memamng dilahirkan diitengah2 masayrakat Tani di jawa Tengah dengan dipelopori oleh Pak Sarbini , (sekarang menteri urusan Veteran dan demobilisasi) menyumbangkan karya luhurnya yang menolong pak tani dalam bentuk operasi2 karyanya, yang sekaligus turut serta meringankan beban pak tani dalam serba perjuangannya untuk bersama2 mempertinggi produksi pangan Raktyat.

Bila semuanya itu kita renungkan maka sungguh tepat dan kata Bung Karno, Bahwa kita adalah bangsa yang benar2 memiliki romantiknya Revolusi. (BERSAMBUNG)


KISAH ORANG2 YANG PERNAH DIGANTUNG DI TEMANGGUNG
(TULISAN KE III)

Tjiptodarsono namanya. Perawakannya tinggi. Kalau bicara penuh dengan senyum dan kerlingan. Dia sekarang bekerja di Departemen P&K Jakarta. Telah punya anak dua dan hidup bahagia ……(Beliau sudah meninggal pada th 1989, dan dimakamkan di Pemakaman Umum Banyutarung Temangung)

Sebagai seorang pemuda yang umurnya sekitar empat setengah windu dia juga mempunyai kisah perjuanganyang seketika bisa menyebabkan dirinya terpaku jika diungkap kembali. Didalam dirinya tersimpan satu pengalaman yang tentu pernah didengar ceritanya oleh setiap pemuda angkatannya diwaktu itu, khususnya didaerah Temanggung.

Pada jaman aksi militer Belanda ke II Tjiptodarsono bersama dengan teman2nya yang tergabung dalam Tentara Pelajar BE 17 DET III Daerah Temanggung, bergerilya didaerah gunung Sumbing. Beberapa orang temannya gugur dalam pertempuran2. Diantaranya 5 orang telah menjadi tawur sebagai pahlawan di Jembatan Progo.
Beberapa orang lainnya dibunuh dengan kejam oleh tentara Belanda di sungai Kuas dekat kota Temanggung juga.

Tjipto pada waktu itu selama sebulan menjadi penghuni prodeo dirumah terkutuk tempat tahanan2 gerilyawan. Disana dia disimpan dalam sel yang berukuran hanya satu kali satu setengah meterbersama 2 dengan belasan orang yang lain. Orang akan cepat membayangkan bagaimana bersusunnya manusia2 dalam tempat tersebut. Ada yang terinjak dibawah oleh temannya sendiri sehingga hamper pencet.
Dan……..sukarlah untuk digambarkan dalam tulisan ini. Bagi siapa yang pernah mengalami siksaan Belanda di Temanggung kiranya tidak akan jemu2 untuk menceriterakan pengalamannya yang lalu. Dan saya kira ditempat2 lain di Daerah Republik , siksaan2 Belanda akan sama kejamnya.

Pada suatu hari Tjiptodarsono digantung denga kabel. Badannya diikat dengan kencangnya. Caranya menggantung begitu rupa sehingga badannya ter geong2 itu menyerupai kapal terbang mainan anak2. Kedua tangan dan kakinya dikembangkan kekanan dan kekiri. Masing2 diikat dengan kabel. Lalu kalau telah demikian itu, tentara Belanda menentukan model siksaan yang disukainya. Cambul. Pukul. Dicocok dengan api. Dijotos. Dan rupa2 model lagi.

Beberapa hari kemudian pada waktu Tjipto akan diangkut ke Jembatan Progo untuk dibunuh pada malam harinya dia melarikan diri. Nyawanya dapat terhindar dari kekejaman sang algojo. Kemudian dia menggabung kedalam TP lagi dan bergerilya sampai tentara Belanda meninggalkan daerah Temanggung.

Untuk menghormati jasa para pahlawan TP Temanggung yang gugur, kini jalan yang terletak diantara perempatan Stasiun Bus sampai perempatan took “Pentjes” (dalam kota Temanggung) yang panjangnya kurang lebih 200 meter diberi nama “JALAN TENTARA PELAJAR”
Selain itu disebelah timur kota Temangung di Gunung “Lintang” akan didirikan Tugu Peringatan Tentara Pelajar untuk menghormati yang telah gugur maupun yang hilang tiada tentu rimbanya.


Bang Achmad tua2 keladi. Ketangkap Belanda tidak mati

Bahwa umur tidak dapat untuk mengukur keprogresipan seseorang terbuktilah pada diri Bang Achmad yang telah mencapai usia setua Bung Karno – 65 tahun. Dia seorang Perintis Kemerdekaan.
Bekas buangan Digul tahun 1928-1931. Nama lengkapnya Achmad Gelar Sutan Sulaimankelahiran kota Padang 1901.
Pada waktu kota Temanggung diduduki tentara Belanda 16 tahun yang lalu, Bang Achmad turut bergerilya. Semangat mudanya waktu itu menyala lagi.Sama sekali tiada gentar menghadapi tentara imperialis, seperti waktu dia turut memberontak Belanda pada tahun 1923dan tahun 1926 serta tahun 1928 sehingga dia ditangkap dan dibuang ke Digul. Pengalamannya yang banyak menyebabkan dia tidak mudah digetarkan rasa takut.
Perjuangan gerilya didaerah Sumbing memanggul resiko yang besar karena taruhannya tidak ada lain keciali nyawa.
Dia ketangkap dan dibawa kerumah penyiksaan di Jalan Tretepan yang sudah tidak asing lagi bagi umum waktu itu.

Bersama-sama dengan 30 orang kawannya dia merasakan betapa ngerinya penyiksaan gantungan yang digemari oleh tentara imperialis itu. Karena Bang Achmad tidak kuat disiksa terus menerus akibatnya dia dikirim ke Rumah Sakit Temanggung.
Teman2nya yang lainnya akhirnya hilang juga di Jembatan Progo. Untunglah dia dibawa ke Rumah Sakit Umum . Jika tidak tentu bagaiama jadinya. Sehingga akibatnya dia punya cacat di badannya terutama bagian punggung jika kesinggung sedikit saja terasa sakit,. Tangan dan tubuhnya juga (SELESAI)

4 komentar:

  1. Tulisan yang bagus, memuat informasi yang perlu diketahui oleh generasi selanjutnya. Cerita sejarah seperti ini tentunya diajarkan di SD sebagai muatan lokal. Sehingga putra-putri Temanggung faham benar dengan para leluhurnya. Namun tentu ada kemasan yang lebih adil dan menyeluruh sehingga cerita kepahlawanan tidak hanya dikuasai/didominasi/oleh golongan tertentu. Banyak pihak yang berjuang dan banyak pihak yang berkorban. Salah satu contonya adalah Lurah Gondang Wayang. Seoarang lurah kaya raya, cerdas, dan pemberani. Ia harus mati di Kali Progo dengan meninggalkan satu Istri dan seorang anak Perempuan. Celakannya...istri dan anak perempuan satu-satunya itu....hingga sekarang tidak ada yang menyentuh dengan kasih sayang sebagai tanda balas jasa.....semua diam...semua tidak mau tahu..... banyak cerita yang masih harus digali.....

    BalasHapus
  2. Salah satu Korban yang dipancung Belanda di Sungai Progo adalah Pakdhe Saya, Pak Dhe Sugiono(Anak Pertama kakak dari Ayah saya).Pak Dhe meninggalkan seorang anak bernama Rohiyat(Alm.pernah menjadi kepala desa di desa Guntur)Alm. Mas Rohiyat meninggalkan seorang anak perempuan, kini terdampar diterminal Purwokerto bernama Eni bersama Ibunya bernama Mbak Siti asal Wonosobo kretek dean anaknya karena sudah menjanda.
    Begitulah nasib dari seorang pejuang yang sangat menyedihkan,kontroversial dengan para pejabat kini yang tinggal berhura-hura.

    BalasHapus
  3. Jadi, inget seorang angkatan 45. namanya bapak soeprapto, BE. dia bekas KKO jaman dulu, minggu kemarin menunjukan surat ke aku tentang masalah jembatan progo, dari PUSPEN TNI, tertanggal kalau tidak salah ingat September 2010.
    waktu itu aku tidak begitu merespon .... sekarang aku tahu maksudnya ...
    mari kita bantu beliau yang sudah sepuh ..
    tertarik untuk saya sambungkan dengan beliau?
    ada semangat yang masih menyala-nyala..,
    untuk mengenang jasa-jasa pendahulu yg tewas di jembatan progo.
    salam
    Yudha

    BalasHapus
  4. Mas mau tanya, istrinya Pak Tjiptodarsono namanya siapa ya? mhn info dong, sedang menyusun trah keluarga ni..
    suwun
    Merry.ekaroza@yahoo.com

    BalasHapus